Dede Bayi



Sudah enam bulan dan memasuki bulan ketujuh usia dede bayi dalam kendungan, ia mulai sering bergerak-gerak, membuat si empunya perut merasa kegelian, bahkan terkadang merasa sakit karena bukan gerakan berpindah dari kiri kekanan saja, namun juga tendangan dan bisa jadi pukulan, begitu isteriku bercerita tentang perkembangan kandungannya. Aku hanya tersenyum tak bisa berkomentar lebih banyak selain menerangkan bahwa salah satu pertanda kandungan itu baik-baik saja adalah adanya gerakan-gerakan dari dede bayi kami, dan itu sangat normal sekali tak perlu dirisaukan. Namun aku jadi berpikir, bagaimana rasanya jika di dalam perutku terdapat calon kehidupan seseorang yang akan menyemarakan dunia ini. Aku bertanya-tanya seperti apa rasanya, pasti berat sekali ketika seseorang berada di dalam perutku, dan selalu membebani kemanapun aku pergi, sulit sekali untuk dibayangkan.
Ini adalah anak ke tiga kami dari empat kehamilan yang dialami oleh isteriku, karena kehamilan yang ketiga belum sempat membesar dan hanya sampai usia kandungan ke empat bulan saja. Dan kejadian itu membuat isteriku terpukul benar, dan merasa bersalah yang dalam. Karenanya untuk kehamilan yang sekarang, isteriku benar-benar menjaga calon bayi kami agar selalu sehat dan kuat, mengurangi kegiatan rutinitas yang sekiranya akan membuat badan kelelahan dan kecapean, karena itulah penyebab hilangnya kandungan calon bayi kami yang ketiga. Dan kami tak mau kejadian yang sama kembali terulang.
Hari masih pagi disaat aku harus segera berangkat untuk memulai aktivitasku sebagai seorang pegawai yang mempunyai segudang pekerjaan yang tak kunjung ada selesainya, ya namanya juga seorang pegawai, selalu dituntut untuk bekerja, bekerja dan bekerja untuk melayani semua kebutuhan atasannya, baik secara organisasi maupun di luar kepentingan pekerjaan. Dan perjalananku menuju tempat kerja ditempuh sekira empat puluh menit dengan mengendarai sepeda motor, dan itu telah kujalani  sekira  dua belas tahun. Tapi aku senang dengan pekerjaanku sejak pertama kali mulai bekerja hingga sekarang, karena di tempat kerjaku menerapkan system kekeluargaan yang kental dengan kebersamaan, kami semua adalah keluarga besar dengan jumlah yang cukup banyak. Bayangkan saja, dari mulai pimpinan kantor sampai pegawai tenaga kerja lepas semuanya berjumlah 267 orang. Tanggung jawabku di kantor berkaitan dengan masalah keuangan, dari dulu hingga sekarang. Pengelolaaan keuangan di kantorku sangat bergantung dari pendapatan asli daerah yang notabene dihasilkan dari 80% pembayaran iuran semua jenis pajak dan semacamnya. Dapat dibayangkan betapa rumitnya pekerjaanku yang berurusan dengan angka-angka namun fisiknya hanya ada dalam bayangan saja. Tapi itu bukan masalah bagiku, karena selama ini aku nyaman menjalankan setiap tugas yang diberikan kepadaku, hingga aku bisa mencukupkan keluargaku dari penghasilanku setiap bulannya, bahkan jika ada rezeki lebih, aku bisa mengajak keluargaku berwisata ketempat di mana keluargaku belum pernah mengunjunginya. Kurasa kami masuk kategori keluarga yang cukup bahagia, walaupun terkadang ada selisih pendapat atau masalah, semuanya dapat kami atasi dengan baik-baik saja penyelesaiannya. Bukankah memang setiap keluarga selalu  di uji dengan permasalahan..? dan itu hal yang lumrah bukan, bahkan aku mempercayai bahwa kita tidak akan pernah dikasih ujian atau cobaan berupa masalah apapun itu kecuali kita mampu menjalaninya, dan aku selalu meyakini jika kami belum bisa mengatasi atau menyelesaikan suatu permasalahan, yang penting kami sudah berusaha untuk membenahi setiap kekeliruan atau kesalahan, adapun keadaan menjadi kembali seperti semula atau tidak, biarlah waktu yang mengurusnya.
Sampai sekarang kami belum tahu jenis kelamin calon bayi kami, apakah perempuan atau laki-laki, namun kami tidak begitu terlalu ingin tahu, karena bagi kami lelaki atau perempuan, yang penting saat lahir nanti kondisi bayi kami sehat dan tidak kurang suatu apapun serta dimudahkan proses persalinannya. Karena anak adalah titipan dari Allah Yang Maha Perkasa buat kami, jadi kami wajib mendidiknya sesuai ajaran agama yang kami anut, dan melindunginya hingga ia bisa menjaga dirinya sendiri.
Terasa sekali jika kehamilan isteriku yang sekarang ini, banyak sekali hal-hal yang tidak terduga terjadi, padahal isteriku telah mengalami kehamilan tiga kali sebelumnya, namun yang keempat ini terasa begitu special, entah mengapa. Seperti perilaku yang tak lazim bawaan bayi yang biasanya dialami oleh isteriku yang tengah hamil, namun aku juga berlaku tidak lazim, aneh dan suka sekali ‘mengerjain’ teman sekantorku, dan membuat aku merasa puas bila telah berhasil mengerjainya. Padahal aku bukan tipe orang yang suka jail kepada orang lain. Tapi begitulah keanehan dari sikapku akhir-akhir ini, sehingga membuat aku merasa takut sendiri apabila anak kami nantinya akan berperilaku yang sama. Tak bisa aku bayangkan`
Pernah suatu pagi, setibanya aku di kantor, aku mencium bau penganan nasi ketan yang ditaburi parutan kelapa dan dimakan bersama sambal kacang, tiba-tiba saja air liurku ngeces atau terasa menetes di bibirku, dan rasanya ingin sekali segera menikmati makanan itu. Tapi setelah aku tanya siapa diantara teman kantorku yang telah memakan penganan itu, tak seorangpun yang memakannya, tapi jelas sekali aku mencium aroma penganan itu dan membuat aku ingin sekali menjadikannya sarapanku pagi itu. Sampai akhirnya aku menyuruh Ofice Boy untuk membeli penganan serupa dan harus ada. Karena liur ini sungguh-sungguh membanjiri bibirku. Untungnya dapat juga Ofice Boy itu menemukan jajanan yang sebenarnya sudah mulai susah untuk didapat. Setelah mencicip satu buah penganan itu, air liurkupun berhenti menetes. Aneh bukan ? Ketika pengalaman itu aku ceritakan kepada isteriku, isteriku malah tertawa.
Atau suatu ketika aku sangat menginginkan buah asem jawa, padahal hari masih pagi sekali dan sulit sekali menemukan pohon asem pada saat sekarang ini dan sedang berbuah pula. Sebenarnya dahulu pohon asem jawa dengan mudah bisa ditemui di pinggiran sepanjang jalan-jalan di dalam kota yang menjadi peneduh bagi pejalan kaki, namun sekarang telah berganti dengan pohon palem raja yang di anggap lebih efisien dalam pemeliharaan jalan karena daun palem raja jarang rontok, tidak begitu dengan daun pohon asem jawa yang tiap hari pasti akan mengotori sepanjang jalan dan harus dibersihkan setiap hari juga. Namun akhirnya aku menemukan juga orang yang menjual buah asem jawa yang masih lengkap dengan kulitnya. Alhasil aku sarapan roti selai coklat dibarengi dengan buah asam jawa segar, dan rasa manis asemnya  gurih bagiku.
Belum lagi disuatu malam dengan tiba-tiba isteriku menginginkan makan rajungan saus tiram yang di kota kami sangat jarang sekali dijual, aku sudah mencarinya ke setiap warung tenda seafood di sudut-sudut kota, namun tak satupun yang menjualnya. Dan dengan lemas aku pulang kerumah membawa tangan hampa, sampai akhirnya anak kedua kami bertanya ke semua teman-temannya barangkali ada yang tahu di mana rumah makan yang menjual rajungan tersebut. Menunggu jawaban dari teman-teman anak kami makan waktu kurang lebih setengah jam sampai akhirnya ada  yang merekomendasikan sebuah kafe tenda dekat sebuah bank pemerintah yang ada di pusat kota. Alhamdulillah akhirnya aku dapat memenuhi keinginan isteriku untuk makan rajungan yang dimaksud, walaupun sebetulnya isteriku sudah makan malam, banyak pula makannya, namun tetap habis juga rajungan saus tiram seberat 5 ons itu.
Ada yang lebih aneh lagi, seharian ini aku mencium bau sampah yang dibakar, dan itu mulai tercium semenjak aku tiba di kantor, dan selama di ruanganku aroma bakaran sampah itu terus tercium dari pagi hingga sore harinya, bahkan disaat aku kembali kerumah yang berjarak kurang lebih 38 Km, aneh kan..? lalu aku ceritakan hal ini kepada isteriku, lalu isteriku berkata,” Ya udah buat aja sendiri bakaran sampahnya”. Akupun mengangguk tanda setuju. Lalu akupun menyiapkan kertas koran bekas dan tumpukan daun-daun kering yang aku pungut di sekeliling halaman depan rumah kami yang memang cukup banyak karena di depan rumah kami terdapat pohon Lamtoro, sejenis Petai Cina namun berukuran besar. Dan setelah api menyala dari tumpukan koran bekas dan daun tersebut, aroma bakaran sampah yang sedari pagi aku rasakan malah justru hilang.
      

Aku masih ingat ketika kehamilan pertama isteri aku, dia mengidam buah jeruk hijau yang rasanya manis, sedangkan pada saat itu sedang tidak musim jeruk, apalagi permintaan itu ditengah malam, dan aku berkeliling kota untuk mencari jeruk yang dimaksud, namun bisa aku dapatkan setelah hari sudah pagi di sebuah warung tegal di pinggiran kota. Dan setelah sudah didapat buah jeruk tersebut, isteri aku cuma memerhatikan buah tersebut, memegangnya namun tidak memakannya, bahkan membuangnya karena jeruk tersebut tidak berwarna hijau utuh, namun ada sedikit bercak warna kuning. Dan kebiasaan isteri aku pada waktu itu adalah apabila tidur selalu ingin di depan pintu kamar mandi karena hawa dari kamar mandi yang dingin membuatnya nyaman.
Yang lebih aneh lagi adalah ketika ia ngidam jengkol pada saat hari masih sekira jam 4 subuh, dan lagi-lagi jengkol sedang tidak musim, dan jikapun ada adalah jengkol muda atau istilah lainnya sepi jengkol. Seperti ngidam buah jeruk, ketika jengkol itu didapat dengan susah payah karena aku baru berhasil mendapatkannya di siang hari, jengkol itu tidak dimakan, hanya diperhatikan dan kemudian di cuekin begitu saja. Dan betapa bahagianya aku ketika anak kami yang pertama akhirnya terlahir ke dunia ini dengan lancar, selamat, sehat dan tidak kurang suatu apapun. Sungguh anugrah di saat fajar tengah menyingsing di ufuk timur, karenanya aku namai anak pertama kami, Dhea Fajrin Barkah.
Sedangkan untuk kehamilan anak kami yang kedua, isteriku tidak mengalami yang disebut ngidam, hanya saja pada kehamilan anak kami yang kedua yang bernama Dhian Arofah ini, isteriku tidak terlihat sedang mengandung, perutnya tidak membuncit dan tubuhnya tidak membengkak seperti halnya wanita hamil. Dan ketika dilahirkan, berat bayinya hanya sekira 2,1 Kg dan panjang 45 Cm, lebih kecil dari anak kami yang pertama dengan berat 2,7 Kg dan panjang 49 Cm. namun sekarang Dhian Arofah mempunyai tubuh yang lebih besar dari sang kakak . Padahal jarak usia mereka 1 tahun 7 bulan. Jadi bisa di bayangkan bagaimana mereka seolah menjadi anak yang kembar, karena pertumbuhan mereka seperti beriringan dan sekarang menjadi terbalik, adik seperti kakak dan kakak seperti adik. Perkembangan mereka sungguh pesat tak terasa, mereka kini tengah mengalami masa-masa remaja yang semuanya indah-indah saja. Hanya saja terdapat perubahan sedikit sikap dari anak kami yang kedua, Dhian, sepertinya dia mengalami perasaan cemburu akan kehadiran Dede bayi, mengingat selama ini dialah yang mendapat perhatian lebih dari kami berdua, bahkan kakaknya pun demikian sayang sama adiknya itu, dan jika Dede bayi lahir, tentu saja semua perhatian akan beralih kepada Dede bayi. Tapi semoga saja perasaan cemburu itu tidak berlarut-larut, karena bagaimanapun Dede bayi adalah adik kandungnya yang harus disayangi juga oleh dia. Apalagi Dhian itu kan sudah menginjak remaja, walaupun terkadang masih suka manja, enggak kepada kami saja, kepada kakaknya juga. Tapi masa iya dia enggak malu bila Dede bayi sudah ada. Dan apa nanti kata teman-temannya jika mereka tahu bahwa Dhian cemburu sama adiknya yang masih bayi, pasti malu rasanya.
***
 Kurang lebih tiga bulan lagi anak kami yang ketiga akan terlahir ke dunia ini, aku sungguh tak sabar menunggu momen itu tiba, seperti apa rasanya saat kudengar lagi tangis bayi yang baru dilahirkan isteriku, karena terakhir isteriku melahirkan adalah enam belas tahun yang lalu. Perbedaan usia anak keduaku dengan yang sekarang memang rentang enam belas tahun, walaupun isteriku sudah berhenti menggunakan alat kontrasepsi sekira lima tahun yang lalu, namun baru bisa hamil lagi tiga tahun kemudian walaupun akhirnya keguguran, dan tahun ke lima inilah usia kandungan isteriku bisa bertahan hingga enam bulan, dan mudah-mudahan sampai melahirkan dan semoga kelak anak kami yang ke tiga ini menjadi manusia yang sholeh atau sholehah dan taat kepada agama serta orangtuanya, yaitu kami. Aamiin.
Kami telah mempersiapkan semuanya dengan mengingat lagi pengalaman pertama kali kami akan mendapatkan seorang bayi, mulai dari baju-baju bayi, kain yang akan dijadikan pelapis tidurnya, gendongan bayi, tempat makan minum bayi, perlengkapan untuk memandikan juga, hanya satu saja yang dirasa masih kurang, yaitu ranjang khusus baby. Dan satu lagi ternyata, kami belum mempersiapkan nama untuk bayi kami, baik nama untuk laki-laki atau perempuan, karena kami ingin mengetahui jenis kelaminnya disaat pasca persalinan saja. Barulah kami menyematkan nama yang seharusnya sudah kami siapkan dalam waktu sekarang ini, sehingga kami tidak lagi kebingungan mencarikannya nama setelah Dede bayi lahir.


Rangkasbitung,  17  Mei 2015.

Popular Posts