Dua masa dua malam
Pada kali pertama masa pertama dalam geliat riak dan gemuruh gelombang
yang menyeruak cepat, redup samarkan suasana di kegelisahan yang begitu dalam
akan diriku, nuansa setengah transfaran koyak jemari syahdu meneduhi kalimat
yang tiada mungkin kamu abaikan disaat geliatmu merasuki jiwa yang kamu sebut
sukma. Helaan nafasmu terselubung bersama lirihan suara jejangkrik dan kodok
swike pemanggil hujan di malam gulita. Kilat berkilauan pantuli wajah-wajah
membentuk siluet-siluet amor kelabu yang terbentuk maya. Dan kamu akui diriku
ada.
Pada kali kedua dimasa kedua, dalam sekelumit yang rumit dan
mengganggumu bertubikan detak-detak jantung yang terbungkus serangkaian hasrat
yang terus menerus menggerutuimu untuk segera, bersemaikan butiran resah juga
gelisah, gugupku bermandikan perasaan
yang ganggu ketenangan tenteramku berhalusinasi akan keramaian suara-suara
tanpa raga di depan rumah menghantuiku akan adanya sang tamu, walau pada
akhirnya luapan gelisah menguburku untuk menenangkan perasaan yang bertubi-tubi
menjalar di urat nadimu yang transfaran utuh merasukiku juga lalu membelai semua
kegelisahan jiwa dan sukma dalam misteri rengkuhan sebuah tanda bahwa aku tetap
ada.
Jrl.4n
Serang, 1 Oktober 2015