Peng Aku an
Aku
hanya monster kecil, terperangkap dalam jasad berumur fana bernama manusia
Entah
bagaimana mereka bisa tumbuh di keramaian dunia, yang menyajikan begitu banyak
makna berkehidupan sosial menjelajah dari muda kemudian dewasa matang lalu tua
dan bijaksana, aku masih tetap seperti
dulu, anak kecil yang mudah terjatuh lalu terluka. Itulah sebab kenikmatanku
bercengkrama adalah bermain dengan huruf dan kata-kata yang tak pernah membuat
benakku kecewa. Sebagian orang bisa jadi mengiraku gila
tidak
dewasa,
biarlah...
Biarlah
sebagian diriku menjelma apapun diantara lainnya. Yang aku bisa hanya berlari
dan bersembunyi, sewajarnya monster yang ditakuti dan dihindari, atau mungkin
juga dicerca dan dimaki, mereka tidaklah salah. Karena masalahnya ada pada
diriku. Aku hanya ingin berteriak dalam sendiri kedalam kalbu; hei kalbuku,
mengapa engkau bisa serapuh
ini ?
Aku
hanyalah monster kecil, yang sengaja mengasingkan diri demi terhindar dari
jebakan situasi yang akan membuat banyak khalayak merasa tak enak hati,
karena selain itu aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
*******
Berangkat dari keluarga seorang Pegawai
Negeri Sipil dengan anak-anak yang lumayan banyak di era Pemerintah sedang
gencar-gencarnya menggaungkan Keluarga Berencana yang menyarankan kepada
rakyatnya untuk mempunyai dua anak saja, laki-laki dan perempuan sama, kedua
orang tuaku melucuti himbauan tersebut dengan metode keagamaan bahwa banyak
anak banyak rezeki, dan juga mungkin nasihat dari Nabi Kami Rasulullah
Sholallahu Alaihi Wassalam untuk memperbanyak keturunan bagi umat islam di
seluruh dunia, entahlah.
Tetapi aku mungkin tidak akan hadir di muka
bumi ini seandainya kedua orangtuaku mengikuti himbauan Pemerintah tersebut,
atau mungkin juga aku dilahirkan dari keluarga yang lain. Wallahu ‘alam.
Jasadku tumbuh dengan normal tanpa
kekurangan apapun, Alhamdulillah. Banyak yang kupelajari seperti halnya seorang
anak manusia normal lainya yang rasa keingintahuannya tinggi dan besar. Apa saja
yang menarik perhatianku dan sekiranya membuat hatiku merasa senang
terhadapnya, pasti aku cari tahu dengan berbagai caraku sendiri. Inilah yang salah
satunya membuat diriku banyak mencoba berbagai hal dalam kehidupan kecil
sosialku. Namun kekuranganku yang paling mendasar saat itu adalah, penyendiri,
sedikit bergaul dan temanku sehari-hari pasti cuma satu orang, dan aku akan
selalu menjadi pengikutnya kemanapun temanku itu pergi dan main. Kurang sukanya
aku berkumpul ramai-ramai setiap waktu membuat lingkungan sekitarku kurang
mengenali diriku dan cenderung tidak tahu keberadaanku. Hanya pada saat-saat
tertentu saja aku berkumpul dengan anak seusiaku dan itupun sangat jarang
terjadi. Begitulah sehingga aku menginjak usia remaja dan menamatkan pendidikan
tingkat ataspun, temanku tidak terlalu banyak, apalagi yang akrab,bisa di
hitung dengan jari. Aku selalu asyik menyendiri jika teman akrabku tidak sedang
bersamaku, aku menikmati kesendirianku itu.
******
Kenyataan hidup yang kutelan selama
perjalanan hidupku ini penuh drama dan kekecewaan bahkan pemberontakan terhadap
keadaan yang membuatku terpojok seolah aku tidak pernah memiliki harapan untuk
bisa bertahan dan mempertahankan kehidupan.
Tetapi waktu selalu mengubur semua
kepahitan demi kepahitan itu, dan menggantinya dengan sesuatu yang baru, yang
tidak pernah kusadari bahwa kehidupan telah ada garisnya. Walaupun itu baru aku
sadari setelah puluhan tahun aku mengutuki setiap kegagalan-kegagalan yang
seolah menjadi bagian dalam diriku.
Sebagai seorang lelaki, aku jauh dari
sifat pejuang yang gigih, aku selalu menyandarkan setiap upaya dan usahaku
seadanya saja, merasa jika memang aku harus berhasil, ya pasti berhasil. Bila ternyata
gagal, maka sebenarnya tempatku bukan disitu. Begitu selalu fikiranku mengatasi
dan memahami keberhasilan dan kegagalan, dalam segi apapun.
Namun anehnya gaya hidupku yang seperti
itu, membuat banyak teman yang menjadikan aku tempat bertanya perihal kegagalan
mereka, atau masalah-masalah mereka yang membutuhkan solusi dan memintanya
kepadaku. Aku sadari sekarang adalah ketika masih duduk di kelas satu sekolah
menengah pertama, dia adalah seorang gadis kecil satu tahun usianya dibawahku,
menceritakan hal kehidupan keluarganya yang menurutku berat sekali untuk bisa
aku jalani se umuran waktu itu, namun dengan kesungguhan hati, dia mau saja
menuruti solusi yang aku tawarkan dan komentar yang aku lontarkan. Dan teman-teman
sekelasku, beberapa dari mereka mengungkapkan perihal kesulitan dan
permasalahannya kepadaku, yang aku tanggapi dengan seringan mungkin agar tidak
nampak bahwa tersembunyi di dasar hatiku bahwa ternyata masalahku bukan
apa-apanya jika dibandingkan dengan mereka, namun seolah aku mengalaminya dan
memberikan beberapa pendapat yang menurut fikiranku saja. Lagi-lagi anehnya
mereka menerimanya dengan kepuasan yang terlihat dari bekas linangan air mata yang
mengering ataupun senyuman yang mereka perlihatkan setelah berbincang denganku.
Dan itu berlanjut hingga sekarang umurku mendekati setengah abad.
*****
Keadaan merubahku menjadi seorang suami
dan seorang bapak dari anak-anak yang semuanya perempuan, hebatlah kisah
asmaraku dengan beberapa gadis sebelum akhirnya aku tertambat pada seorang
wanita yang kini menjadi ibu dari keturunanku. Yang aku syukuri benar karena
dia adalah wanita dari keluarga yang taat beragama, rajin beribadah dan faham
betul soal ilmu-ilmu keagamaan. Menghentak bathinku untuk mengimbangi
ketimpangan ini dengan cara memperdalam hal agama dari segi keilmuannya. Seolah
haus dan rindu perihal pengetahuan mengenainya selalu aku cermati dan aku
dalami dengan kesungguhan hati, jiwa dan kelapangan dada bila ilmu tersebut
tidak sampai kepada pemahamanku yang terbatas, dan meyakininya sebagai keimanan
yang seharusnya di imani.
****
Setiap kita selalu mempunyai
kegelisahan yang berbeda-beda, dalam kurun waktu yang tidak sama, dan penyelesaian
yang juga tidak merata. Dunia ini bagiku adalah lingkaran setiap energi positif
dan negatif yang mengiringi setiap elemen pengisi alam semesta baik yang berupa
mahluk mati, atapun mahluk yang hidup. Pemahaman bahwa mahluk mati itu hidup
dan mahluk hidup itu mati, tidak bisa digambarkan oleh salah satu elemen saja,
sebab keterkaitan keduanya saling berkesinambungan hadir silih berganti dalam
lingkaran yang relatif itu-itu saja. Kesadaran diri mengenai hal ini sangat
sulit dicapai kecuali kita menempatkan diri kita di luar siklus yang aku
tekankan di atas. Padahal sesungguhnya kita merupakan bagian dari siklus
tersebut bersamaan dengan seluruh mahluk yang diciptakan oleh Sang Maha
Pencipta, Allah Ta’Ala. Lalu bagaimana cara mempelajarinya..?
Hati. Dimensi Hati tidak ada seorangpun
yang mengetahui kelapangannya, keluasannya, kedalamannya, ukuran ataupun
batasannya. Hati bisa saja seluas alam semesta ini, namun bisajadi hanya
selebaran telapak tangan ini, kesadaran dirilah yang menyingkap seberapa besar
ukuran hati seseorang. Bila pencapaian kesadaran diri telah menembus yang aku
maksud, maka fahamlah apa yang aku utarakan. Sebagai contoh sederhana yang
sangat disederhanakan adalah kehidupan se ekor kupu-kupu. Allah menciptakan
Kupu-kupu seperangkat lengkap tanpa kurang apapun mulai dari cara hidup,
makanan yang disediakan, lingkungan dan mengatasi setiap ancaman sampai dengan
cara pembiakan yang ditanamkan kedalam gelombang naluri yang sangat rumit untuk
di eja kedalam kata-kata, dan kita menyebutnya Sunatullah.
Sama halnya dengan diriku yang dari dulu sampai yang sekarang ini, sunatullah yang berlaku pada diriku itulah perjalanan hidupku, dengan pilihan-pilihan yang kesemuanya terangkum dalam sunatullah pula. Pilihan-pilihan dalam hidup itu menuju kepada pilihan-pilihan yang lainnya dan terus menerus begitu berkesinambungan sampai akhirnya kita berakhir di alam fana ini yang kesemua rangkaian tersebut sudah digariskan dalam Qodho dan Qodhar NYA.
Sama halnya dengan diriku yang dari dulu sampai yang sekarang ini, sunatullah yang berlaku pada diriku itulah perjalanan hidupku, dengan pilihan-pilihan yang kesemuanya terangkum dalam sunatullah pula. Pilihan-pilihan dalam hidup itu menuju kepada pilihan-pilihan yang lainnya dan terus menerus begitu berkesinambungan sampai akhirnya kita berakhir di alam fana ini yang kesemua rangkaian tersebut sudah digariskan dalam Qodho dan Qodhar NYA.
***
Begitulah, mengapa anak kecil 2017 belajar
ikhlas karena Allah Ta’ala menjadi Head Blog ini, karena sesungguhnya aku
tetaplah anak kecil yang masih saja mencari hakikat kehidupan dunia yang telah
berumur ribuan tahun ini.