Malam yang terlambat



Semburat warna jingga menghiasi langit cerah dengan birunya yang indah, memanjakan pandangan mata yang enggan untuk berpaling. Masih berbaring aku di hamparan pasir putih dengan selingan batu-batu karang yang kokoh serupa bongkahan perisai bagi ombak yang menyisir pantai tiada henti, mendendangkan suara gemuruh yang khas walau sesekali hening oleh ombak yang tiada menepi. Sungguh hal yang menenteramkan jiwa. Elang Trondol terlihat serius melayang-layang di atas permukaan laut, matanya tajam memerhatikan sekelompok ikan, seolah tiada lagi hari esok untuk berburu. Semilir angin sore sesekali menyibak bulu-bulu halus pada sayap putih hitamnya yang kuat. Kontras berlatar belakang awan putih tebal berbingkai jingga yang membentuk mahakarya lukisan langit. Aku terhenyak dalam kekaguman sang Pencipta keindahan alam nan kemilau  ini. 
 
 Separuh hatiku masih terpana akan pesona senja itu sebelum bayangan seraut wajah melintas di fikiranku seolah ia ada hadir menemaniku habiskan waktu menanti gelap malam bertamu yang kuyakin  mempunyai pesona yang tidak kalah indahnya, bertaburan cahaya warna-warni gemerlapnya lampu hias bagai kristal yang memantul dari bening bola matamu yang meluluhlantakkan segera saat pandangan mata kita bertemu untuk pertama kalinya beberapa bulan lalu yang sempat aku ingkari jika aku telah terjatuh disaat itu juga. Memang ini tidaklah benar, dan ini adalah kesalahan yang akan mempengaruhi kehidupan kami kedepannya yang entah akan seperti apa, tapi aku tak kuasa untuk menenteramkan hati ini jika aku berpura-pura tidak terjadi apa-apa terhadap diriku akan kehadiranmu, semuanya begitu kabur dan merendahkan detak jantungku ke titik paling rendah seolah tiada detaknya di sana. That’s so complicated for us. Senduku selalu menyelimuti dada ini, dan jantungku enggan untuk berdegup jika tak bisa aku ketahui kejadian apa gerangan dalam kehidupanmu kemarin, hari ini dan rencanamu hari esok. Mestikah aku membohongi perasaanku sendiri dan mengatakan kepada hati ini bahwa bayangan indah itu tidak nyata dan ia hanya maya dan fana belaka. Lalu bagaimana mataku mengatasinya dikala engkau berada pada koridor pandangan..? atau aku butakan saja mata ini..? hanya untuk membenarkan pendapat yang menipu perasaanku. Sungguh rasanya itu akan membuat sakit hatiku sendiri dalam waktu yang sangat panjang, dan menjadi sebuah penyesalan seumur hidupku di dunia ini.



Cinta ini begitu kuatnya, memancarkan semangat baru dalam hidupku, seakan aku mampu menjadi apapun untuk dirimu, bahkan jika aku harus menjadi pelayanmu sekalipun, yang terpenting aku berguna untukmu, aku akan bahagia.

***

Bulan bergeser cepat tinggalkan masa berlalu dan semua kisah-kisah yang gak penting, hanya sekumpulan bunga pemanis meja yang kemudian layu beberapa jam dan berakhir di tong sampah, bercampur bersama semua kekotoran sisa makanan dan plastik-plastik pembungkusnya. Aku hanya punya satu semangat disetiap harinya, bertemu denganmu, itu saja. 

Betapa lemahnya jiwa ini tanpa adanya dirimu, terasa lebay dan selalu lebay hati ini memanjakan perasaan yang mendung sekelabunya awan Cumulus hitam yang bersiap untuk menerjukan tumpahan air bercampur asam garam-garaman hasil penguapan dari semua jenis air di permukaan bumi lalu menjadikannya butiran-butiran halus nan dingin membeku dan mengerubuti langit yang sejatinya biru indah menjadi hitam kelam halangi semua sinar matahari yang hendak memaksa masuk panasi setiap isian yang berdiri di atas tanah. Dan kepalaku mendadak mengidap penyakit yang sulit diobati, kasmaran yang kelabu serupa awan Cumulus itu. Yang menetap anggun di dalam kalbuku, menari-nari dan bersenandung nyanyikan lagu kesedihan akan cinta yang terberangus waktu karena jatuh pada titik dan masa yang tidak tepat, menjadi penyebab hati ini hampa yang kosong tanpa isi, tetapi otak ini berlomba-lomba menyediakan tempat untuk lamunan dan khayalan berkeliaran bebas sebebas burung-burung berterbangan mengarungi luasnya angkasa raya yang dipenuhi oleh awan-awan dan pelangi yang terpaksa dihadirkan demi menyemarakan pesta ‘jatuhnya cinta’ yang dialami seorang lelaki  yang mengharap sejarahnya pada Kitab Langit diubah di Lauh Mahfuz sana, aku satu denganmu.
Aku tahu dan mengerti bahwa setiap manusia di muka bumi ini pasti mengalami hal yang sedemikian ini, aku tak akan pernah percaya jika tidak ada yang pernah mengalaminya selain kepada pemilik hati batu, tapi itu bukan bagian pembahasanku kali ini.

    Setengah harian di dekatmu begitu terlalu singkatnya, kurasakan hanya sekali tarikan nafas lega saja, dan itu membuat malamku menjadi bertambah panjang dan memaksaku merasakan kesendirian lebih lama dibanding manusia lain yang dengan mudahnya terlelap disaat kepala mereka bersandar pada bantalan empuk hasil dari olahan busa dan kain pembungkusnya yang tergolek kontras di atas dipan.



Adalah dia, impian masa mudaku yang terlambat datang dengan semua harapan yang kugantungkan jauh sebelum aku terkesima oleh kesendirian yang memukau kesombonganku bahwa mahluk bernama komitmen dari sebuah ikatan adalah penghambat setiap kenikmatan kaum lelaki yang menganut kebebasan berekspresi di segala pergaulan. Aku terjerembab sangat, pada keindahan kemilau cintanya, yang begitu membuatku  hidup benar, yah..aku merasakan hidup yang sesungguhnya, dengan setiap semangat akan kegairahan yang tercipta dari sinaran bola matanya yang selalu memancarkan kerinduan yang hangat dan menyejukkan. Aku terjerembab sangat dalam.
Seperti baru saja terjadi, kornea mata ini terpaku di balik bulu-bulu mataku, hatiku ternganga lebay, amboi … gemuruhnya dada ini berdegupan menggelepar iringi kekaguman akan dirimu. Senyum itu melunakkan angkuhnya aku pada setiap kecantikan yang kutemui di manapun dahulu, dan kini kesombongan itu lenyap berserakan di lantai tengadahkan asa mengharap iba untuk kenali dirimu sedetil-detilnya. Bidadari bagiku telah hadir dan melintang di pelupuk mataku dari pagi hingga pagi lagi, sampai aku lupa untuk duduk bersila ditengah malam yang hening akan kekhusuan berdo’a dan berdzikir karena keikhlasan yang menjadi penyebab kini berganti dengan lamunan kerinduan yang teramat dalam akan benih-benih cinta yang mulai tumbuh mengembang dan serasa hal yang sama tengah berlangsung di ruang hatimu yang terdalam. Dapat kurasakan getaran jiwamu dikala kita berdekatan, bertatapan mata dan sementara berbisik ruhku pada ruhmu, mengundang cintamu untuk menerima mahligai asmaraku. Sementara aku lepaskan kalimat-kalimat yang aku rasa kamu perlu untuk mengetahuinya dan merupakan bagian yang tersulit aku lakukan namun harus aku lalui saat ini, dan apabila kalimatku semua hanya semiliran angin kering tak bersarang, entah berada di mana mukaku jika berhadapan denganmu nantinya.
Jari-jariku laksana mengeras kaku pada untaikan kata-kata yang aku kirimkan lewat signal-signal yang terkadang melemah, terkadang menguat sesuai irama tempo gerakan jariku di atas keypad menari. Aku berharap “tidak”, namun kata “terserah” ganggu fikiran ngawurku untuk berseteru dengan hati, lubukku terdalam. Itulah sebabnya mengapa akhirnya  logikaku tak berfungsi dengan baik dan seolah impian yang menjadi kenyataan yang tak pernah aku perkirakan bahwa hal ini akan benar-benar terjadi pada diriku, membuat malam yang terlambat datang menghampiri sebagai penyebab dari masa laluku yang terlanjur aku setujui dengan tanpa sedikitpun persyaratan yang aku ajukan, seperti halnya sebuah surat keputusan yang selalu menyertakan bahwa jika terdapat kekeliruan pada surat keputusan ini maka akan dilakukan perubahan sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku.

***

Debaran jantungku gemuruhkan suasana hening yang semenjak pagi memasungku. Terngiang panggilan yang tak kumengerti dari siapa, antarkan aku melesat membumbung tinggi lepas dari gaya gravitasi bumi mengudara menerobos atmosfirnya dengan kekuatan satu kali loncatan saja aku sudah berada di antara puluhan bintang biru yang hanya bisa aku nikmati dari atas hamparan pasir putih pantai Kemarau, segersang sukmaku. Bagai pemberontak yang membabi buta dalam melampiaskan dendam membara, aku bukan saja membakar tubuhku, namun juga tubuh yang lain yang seharusnya aku jaga dalam keadaan utuh, karena karma yang terlanjur aku terima atas dasar kesukarelaanku mengabdi dalam menempuh kesucian niat awal. Ups.. aku terpeleset dan jatuh bertubi-tubi bergelimangan darah putih yang mengucur bukan dari tempatnya. Aku kalah jauh, tertinggal empat puluh lima menit dari waktumu berlari.
Mengapa setelah kekalahanku pada peperangan yang aku berjuang untuk memenangkannya dengan mencoba yang ketiga kalinya aku merasa bahwa  kau berfikiran aku bukanlah anatomi yang pantas untuk temanmu nikmati segelas madu dalam menunggui malam pada senja berikutnya.  Apakah itu artinya : Seorang pemburu pelangi tengah membelah dadanya. Bersiap menyimpan pelangi lainnya, dan melepaskan pelangi yang dulu telah memberinya warna, adalah peranmu kali ini, dan tengah kau lakoni kepadaku..?

***
Kesepakatan telah dibuat, dan janji terlanjur mengikat kemilaunya asmara di belahan hati kita masing-masing dengan nilai yang persis sama dan bahkan melengkapi kekurangan pada setiap kehadiran mereka di samping kita dalam waktu bersamaan walaupun pada tempat yang berbeda.
Semuanya datang persis malam yang terlambat karena kemudian engkau tidak duduk bersamaku di hamparan pasir putih ini, dan aku harus membenturkan kepalaku sehingga mengalami amnesia akan dirimu seandainya itu akan berhasil. Lalu mencoba untuk berfikir dengan keras tentang sesuatu yang tidak mungkin dapat dinalarkan, hal perasaaan. Karena ia berkaitan erat dengan hasrat dan hati.

------******-------


Rangkasbitung, 01:42, 17.05.2015










Popular Posts