Moshi
Tiga hari tanpa memandang
tampangmu tak kusadari, hingga malam itu deritan rem pada ban kendaraanku untuk
menghindari seekor kucing berwarna hitam putih bulunya yang mengingatkan aku
akan Moshi.
***
Tadinya Moshi berdua bersama Mosha,
semarakan rumah kami yang bersahaja terhadap mereka. Kami sangat menyukai kala
mereka berlarian, berkejaran, bermain bayangan setiap apa yang terkena sinar
atau cahaya, baik siang maupun malam. Mosha berbulu putih, kelabu, kuning dan
hitam. Cantik nian, menurut cerita orang tua dahulu, kucing yang berbulu tiga
warna setelah warna dasarnya sangat diminati untuk dipelihara, karena membawa
suatu keberuntungan atau membawa pengaruh baik bagi yang merawatnya. Entahlah,
mungkin itu Cuma sekedar cerita orang tua dahulu. Moshi berbulu putih dan
bercak hitam, sangat manis. Ekornya yang panjang menambah keistimewaan
tersendiri dibandingkan mosha yang berekor sedikit pendek dari moshi.
Apapun yang kami makan, mereka
pasti suka. Mulai dari gorengan, roti, rengginang, bahkan pisang goreng. Tak
sulit memberi mereka makan. Disetiap sore yang cerah, kami bercengkrama dengan
riangnya. Lucu melihat cara mereka menatap kami, mata mereka begitu polos,
sepolos cara mereka menerkam bayangan mereka sendiri, dan sepertinya yang
mereka tangkap tidak juga berhasil mereka dapatkan, membuat kebingungan mereka
terlihat jelas dari gerak-gerik mereka yang berusaha terus mengikuti bayangan
mereka, berputar-putar tiada habisnya.
Sebentar saja kesan kami terhadap Mosha, hingga
suatu hari kami baru sadar jika mosha telah hilang entah dicuri atau pergi dan
tidak kembali lagi untuk selamanya. Kesedihan melanda kami, mencari keberadaan
mosha disetiap sudut perumahan komplek tempat kami tinggal. Sampai akhirnya
kami pasrah jika mosha memang telah hilang entah mengapa dan kemana.
***
Sendiri tertatih setelah mosha
pergi, tiada teman bermain bagi moshi. Nampak jelas dari sorot matanya yang
bening berkilauan bagaikan butiran intan kembar jika dia kesepian tak ada teman
bermain, berlarian dan menerkam bayangan. Kesedihan yang menyesakan hati dan
memilukan. Bagi kami mereka bukan sekedar hewan peliharaan, tetapi bagian dari
keluarga. Namun apa hendak dikata, semuanya sudah terlanjur. Tak perlu disesali
lagi, kenyataan Mosha tiada harus kami terima dengan lapang dada, dan kami memberikan
perhatian yang lebih pada Moshi, melebihi dari biasanya, karena kami tidak mau
kehilangan untuk kedua kalinya.
Moshi
seperti memahami benar jika dia kini hanya sendirian, rasa malunya pada kami
masih dipertahankannya, malu-malu kucing, bahkan terkesan sedikit takut, tapi
entahlah, karena kami tidak dapat menerka apa yang Moshi fikirkan tentang kami,
padahal kami tidak pernah memarahi dia, bahkan kami makan bersamaan dengannya.
Lucunya moshi, jika diberi makanan utuh dari piring kami, dia tidak pernah mau
memakannya, dia selalu menginginkan makan di piringnya sendiri untuk dia makan
bersamaan dengan kami. Seolah dia mengerti bahwa ia punya piring sendiri dan
tidak mau memakan makanan yang sebenarnya menjadi favorit dia sekalipun apabila
makanan tersebut tidak berada pada piring makannya. Dan dia akan menunggui
terus dengan sabar sampai kami meletakan makanan tersebut di piringnya walau
sampai kami merampungkan santapan kami sekalipun dia tetap menunggu sambil
menatap mata kami dengan perasaan seperti bingung seolah dia bergumam,”makanan
saya mana yah.. kok belum dihidang di piringnya aku..”. jika kami sudah
berprasangka seperti itu, kami tak tega melihatnya, dan segera saja kami
hentikan mempermainkannya.
Piring Moshi adalah piring yang sama kami
gunakan untuk memberinya susu di pagi hari disaat kami sedang sarapan,
terkadang juga dia ikut sarapan roti bersama kami, tapi lebih sering dia hanya
meminum susunya saja.
Seiring waktu berjalan, Moshi
tumbuh menjadi seekor kucing yang menggemaskan, jika salah satu dari kami
pulang kerumah dari kesibukan rutinitas seharian disore hari, dia selalu berlari dari kejauhan
untuk menyambut kami, dan dia dengan mimik yang lucu memperhatikan kami melepas
sepatu atau sandal, dan ketika pintu rumah kami buka, dia langsung masuk
kedalam rumah lalu menuju dapur, karena dikiranya setiap kami yang datang dari
manapun, adalah belanja kebutuhan dapur, dan tentu saja makanan buat dia.
Begitulah dia, Moshi. Anak
kucing yang lucu dan menggemaskan itu hanya tinggal menjadi kenangan, karena
setelah kejadian dimalam itu, dimana aku hampir menabrak se ekor anak kucing,
keesokan harinya kutemukan Moshi sudah tergolek di bawah lantai dekat dinding
terhalang sepeda motor tuaku dan tidak bernyawa lagi, tiada terkira kesedihan
yang kami rasakan, dan masih dengan perasaan sedih yang mendalam, aku kuburkan
dia di halaman belakang rumah kami dengan piring tempat makan sebagai batu
nisannya. Selamat jalan Moshi, selamat jalan ke kehidupan yang baru, kami yakin
jika Moshi pasti sudah berada di surga sekarang, dan kami yakin dia merindukan
kami untuk menjadi bagian keluargannya di surga kelak, semoga kami semua bisa
berkumpul lagi di sana, dengan seijin dan bila Allah Azza wa Jalla meridloi,
Aamiin ya Robbal ‘alamiin.
Rangkasbitung, 00:00, 28,04,2015 [
inspirasi; Moshi kucing ]
-----*****-----