Patah
Bila
mengingat masa yang telah begitu banyak
terbuang sia-sia, keterpaksaan karena sesuatu yang tidak biasa, betapa mereka
menjadi para saksi sekaligus jurinya, menetapkan kesepakatan yang tidak bisa
aku terima selamanya.
Aku
menghabiskan banyak imajinasi mengarungi malam demi malam, sekadar meneliti sisa-sisa kerlip bintang yang tetap
abadi bersinar disekeliling benderangnya kilauan rupa-rupa bulan.
Bila
mengingat dinding-dinding yang menjadi pembatas antara misteri dan terang,
bergetaran sekujur raga serupa menggeleparnya ikan terpisah dari lautan, terlukis seluruh kepayahan
dalam pengembaraan di semak belukarnya karang-karang tajam hanya menuai akhir
di pintu pegadaian, bahkan bisa saja diatas bara tungku pembakaran.
Angin
tidak lagi mengisahkan cerita-cerita indah, berhembus melalui sisiku tanpa mau
sekedar minum teh untuk singgah, apalagi menghabiskan sebatang kisah sambil
cengangas-cengenges menggurui waktu.
Harumnya
hawa pagi yang terhirup hingga derai khusuk pada siang yang menyerang, membuat
isyarat kemasan layung yang mengembang di remangnya senja bahkan malam,
menaburkan kesejukan walaupun lembayung tidak lengkap hadir ketika sore
menjelang.
Semesta
yang katanya baik, berlaku lain kepada gelisah-gelisah yang menyelingi setiap
resah.
Bila
saja ini sudah, tiada terkira banyaknya asa yang menyerah kalah dan patah.
Dan
kemampuan berpura-pura menentang silau matahari seakan-akan kornea ini kebas
pastilah musnah.
Berikanlah
aku hak untuk memperoleh petunjuk dan petuah, supaya kaki ini tidak salah dalam
mengambil langkah.
Misteri lebak 5februari2019