Pilsafat dewekan

Kecewa adalah ketidakmampuan hati untuk menerima hasil terburuk dari sebuah harapan atau keinginan.

Bolehlah mempunyai mimpi dan impian, gapai dengan sebesar-besarnya kemampuan, sekuat-kuatnya daya pemikiran, sehidmat-hidmatnya merendah dalam do’a yang dimohonkan; namun dalam bentuk apapun hasil yang nanti diterima, yakinlah bahwa itulah yang terbaik dari Sang Maha Pencipta, sebab DIA Maha Tahu Segalanya.

Begitu pentingnya rasa syukur sebagai kunci pembuka pintu kebahagiaan di dunia; selalu berfikir bahwa segala sesuatu itu pasti ada waktunya, ataupun memang tidak akan pernah singgah di kehidupan kita, sepatutnyalah rasa syukur itu tetap ada dalam lafad dzikir-dzikir kita. Sebab Allah Ta’ala telah memilihkan yang terbaik setelah kita maksimal berikhtiar dan maksimal dalam berdo’a. Begitulah pengkabulan sebuah Do’a; Inilah yang sebenaranya benar-benar ‘benar’.

Kebaikan adalah perlakuan dari isyarah rasa welas asih yang disimpan hati kecil terdalam terhadap sesama makhluk Allah Ta’ala.





Cinta sejati adalah pemenuhan segala harapan dalam duniawi dan akhirat bila terbitnya karena Allah Ta’ala yang tanamkan dalam jiwa, dan terus tumbuh tanpa harap balas jasa, setulus sebatang pisang yang hanya akan gugur setelah berbuah manis hasilnya. Membahagiakan adalah tujuannya.

Cinta menimbulkan semua rasa dalam hati dan semua daya dalam alam fikiran, juga keburukan ketika Allah Ta’ala  tidak dihadirkan di dalamnya.

Mengapa benci pada cinta...? padahal dunia ini ada karena cinta, kita terlahir karena cinta, arrahman dan arrohim, sebelum hadir di dunia setiap anak manusia dibelai manja dalam rahim seorang wanita dengan penuh cinta yang kelak dipanggilnya mama.

Benci pada cinta adalah ketika dia hadir begitu saja tanpa melihat waktu, situasi, kondisi dan kenyataan, yang membuat cinta jadi salah satu penyebab timbulnya permasalahan demi permasalahan yang akan merubah kehidupan seseorang menjadi sulit untuk merasakan kenyamanan, keinginannya hanya bersama dalam kesenangan, tanpa berharap apalagi berjuang supaya suatu saat akan dipersatukan dalam satu ikatan.

Sabar yaitu menahan semua tindakan yang mampu kita lakukan ketika mendapat atau menerima hal-hal yang tidak dikehendaki oleh keinginan, atapun tidak mendapatkan dan menerima apa-apa yang menjadi harapan.

Lelah adalah kebekuan hati yang sudah tidak lagi mampu menggerakkan semua daya upaya dan logika dalam fikiran terhadap sesuatu yang diusahakan dan berusaha untuk dipertahankan.

Yang mampu menaklukkan Kekecewaan adalah kesabaran. Dan waktu adalah sahabat sejati dari rasa sabar dan ketabahan. Bukan sebanyak apa waktu yang disediakan, namun seberapa besar kemauan untuk memanfaatkan waktu  dalam hal kebaikan yang selama ini luput dari agenda harian.

Melupakan kenangan yang menyakitkan bukanlah jalan menuju kebahagiaan, tetapi menjadikannya permbelajaran yang berharga agar tidak lagi mengulangi kesalahan. Sebab kebahagiaan adalah pilihan-pilihan dalam menjalankan kebenaran, sedangkan kesengsaraan adalah akibat dari kelalaian dalam memilih yang diyakini sebagai kebenaran, padahal keyakinan yang salah terhadap kealfaan yang fatal akan menjelma serupa kebenaran,  itulah yang disebut pembenaran.

Namun jika kebahagiaan tidak juga datang walaupun sebentar saja disaat bertandang, itu namanya cobaan dan ujian karena kita diberi kepercayaan dengan bekal kemampuan untuk mengenyahkan kekecewaan tanpa merasa kekurangan dalam mengabdi pada kebenaran, tetapi kita tidak sadar dalam kemampuan tersebut yang sesungguhnya belum sepenuhnya kita berdayakan. Mungkin kita melupakan Sang Maha Pemberi kebahagiaan yang tidak pernah sekalipun kita memohon kepadaNya untuk selalu membimbing dan menolong kita dalam memilih setiap langkah dalam menjalani kehidupan yang kita anggap bahwa “kebahagiaan akan mendatangi kita dengan sendirinya setelah kita melakukan segala daya usaha dan upaya dalam memperjuangkannya”. Well, padahal manusia adalah makhluk sempurna yang lemah di hadapan Sang Maha Pencipta Segalanya, ketika kita tidak sekalipun memohon, sesungguhnya kita tengah memeluk mesra senjata bumerang milik syaiton yaitu kesombongan.

Kita adalah milik Tuhan yang diberikan begitu banyak titipan-titipan berupa badan, akal fikiran, cobaan, perasaan, dan lain-lainya termasuk semua makhluk di dunia ini yang menjadi lingkungan kehidupan atau terpaksa kita berada didalamnya dengan segala kelemahan yang kita punya. Lalu mengapa kita diciptakan, jika sekadar diberikan ujian dan cobaan...? karena dunia ini hanyalah pengembaraan makhluk Tuhan sebelum sampai ketujuan yang hakiki dalam keabadian, yaitu akhirat. Dari sanalah kita berasal dengan mengikat tali perjanjian sebelum di turunkan ke bumi ini lewat sebuah kelahiran. Dan bekal awal kita hanyalah naluri dan nurani yang kelak baru kita sadari dikemudian hari, yaitu disaat ajal menjemput pulang dalam serangkaian kejadiannya yang menakutkan, karena sang pencabut nyawa itu bermuka mengerikan jika kita akan berakhir kepada penyiksaan yang menyakitkan, sedangkan ia akan serupa bidadara yang menyejukkan pandangan ketika akhirnya kita akan berpindah kedalam ruang kedamaian, itulah mengapa ada jasad yang wajahnya terlihat bersih dengan berhiaskan senyuman.

Tetapi kita tidak pernah merasakan berasal  dari sana apalagi membuat perjanjian..? lalu apa yang patut kita percaya ...? apakah kita sekadar berasal dari sel sperma dan sel telur yang begitu saja bercampur lalu tumbuh membesar dalam rahim seorang wanita kemudian keluar dengan tangisan membahana dan membuat dua orang manusia atau salah satunya bahagia..? sesederhana itukah..? lalu bagaimana dengan ratusan bahkan milyaran percampuran yang terjadi dari waktu ke waktu tetapi tidak menjadikan anak manusia...?

Maka pertanyaan “mengapa” tidak akan pernah sekalipun terpuaskan dengan jawaban-jawaban yang pada akhirnya akan menimbulkan lagi pertanyan demi pertanyaan yang memerlukan jawaban-jawaban yang terus menerus menjelma menjadi pertanyaan baru dan akhirnya buntu. Lalu ilmu pengetahuan mengenai itu belum mendapatkan pencerahan dan masih dalam penelitian akan menjadi sebuah alibi dalam menutup-nutupi sebuah ketidaktahuan. Benarkah begitu...?
Benarlah demikian, karena material butuh penjelasan material kemudian. Sedangkan spiritual hanya membutuhkan keyakinan.


Rangkasbitung, 17februari2019

Popular Posts