Pantai kenangan
Dulu pantai yang mengagungkanmu dengan ceritanya yang
indah dahsyat dan menyertai kemanapun jari ini memilih tuts keyboard untuk
mengukir setiap detik keindahan yang menghampiri, menjadi begitu hidupnya
hidupku setelah entah berapa kali 365 hari kulewati tanpa kisah sebagai lukisan
abadi tergantung pada kalbu yang mengungkap bahwa dunia ini menawarkan
ketenangan jiwa dan ketenteraman bathin jika hati membuka selebarnya akan
kehadiran hati yang lainnya untuk bergabung dalam tautan kasih dan sayang tanpa perjanjian
sebagai syarat dan hanya keikhlasan semata karena sang Maha Pencipta menumbuhkan
rasa itu sehelai demi sehelai hingga membentuk gulungan ikatan tali cinta.
Lalu setiap kali jendela ini kubuka dan nampak
bayangmu menghiasi setiap ujung pandang mataku tertuju, menyadarkan logikaku
tentang kuatnya wujudmu terpatri di lubuk hati yang kini sejujurnya tengah
belajar merajut benang merah kesetiaan dan kepercayaan yang bermutasi kearah
sebaliknya, namun sangat mengasyikkan seperti kamu bilang beberapa lama waktu
lalu ketika ujung tanduk benar-benar menjadi tempat kita berdiri, dan
simalakama menjadi buah terakhir sekaligus makanan terakhir di muka bumi ini
bila tidak ingin mati setelah beberapa hari kita kelaparan.
Sekarang pantai telah terkuasai pemilik lahan dan
menjadikannya berbayar jika ingin memandangi deru ombak di pesisirnya dan
bermain-main dengan riaknya di antara ribuan butir pasir putih mengkilau kala
senja menyentuh langit biru kemerah-merahan.
Sayang, tak ada lagi kata yang mampu aku ukir, atau
relief yang mampu aku pahat, tiada lagi sayang.
Kamu tahu...? bagian dari diriku kini di tubuhmu
dan selamanya bagian darimu ada di jiwaku, walaupun jarak terkadang seolah
sering memihak kepada kita, namun waktu memisahkan luangku dengan senggangmu
sehingga semenitpun tidak berada pada masa yang bersamaan.
Senandungmu yang entah ditujukan kepada siapa
adalah pelenyap rasa rindu yang memporakporandakan hasratku, entah dirimu
merindukan siapa karena tak sekatapun kamu pernah berujar mengenai itu. ( Dan
itu sungguh menyiksa bathinku selama ini ).
Ingin kutegaskan kepadamu, jangan pernah ragukan
semua bentuk yang aku buat, dan jangan pernah meragu dengan semua inginmu
terhadapku, semuanya hanya tinggal kamu katakan, dengan semua konsekuensi yang
akan kita jalani.
Selama kamu mau, aku tak ragu, dan aku selalu
menunggumu meski terdampar persis tonggak pancang berlumut lautan yang runtuh pada karang di
tepi pantai kenangan kita yang hanya bisa aku pandangi dari balik tingginya
pagar besi.
*jrl.4n
Rangkasbitung, 16 Juni 2016