Puteri puan bulan dingin ( bag 1 )



Masih ingat kisah maliyant, yang terpaksa dilepaskan sayapnya sehingga ia tak lagi mampu untuk terbang menjelajahi keindahan hutan Pandore..? karena ulah seorang sahabat kecilnya dan akhirnya menjadi kekasihnya yang bermaksud menyelamatkan hidup Peri hutan tersebut dari serbuan tentara kerajaan Serangia..? kemana ia kini..?

***



Nun di balik bukit sebelah utara hutan Pandore, seorang  Puteri puan bulan dingin tumbuh dewasa dengan kecantikan yang semampai, melebihi kecantikan puteri-puteri raja pada masa itu. Ia tumbuh dan dibesarkan oleh keluarga pencari dan penjual kayu bakar di pasar sekitaran Istana Serangia. Kedua orangtua Puteri puan bulan dingin mendidik anak tunggal lagi kesayangan itu dengan penuh cinta dan kasih sayang yang teramat dalam, karena ia sesungguhnya puteri dari seorang peri hutan, hutan Pandore, yang dititipkan kepada seorang pencari kayu bakar yang bernama Nailamorena sebelum menikah dengan  Itna Yamadira. Pernikahan Nail dengan Itna tidak dikaruniai seorangpun anak, sebab itulah mereka sangat mencintai anak angkat mereka melebihi anak kandung seumpama mereka dikaruniai anak kandung. Itu terlihat dari cara mereka memberikan kasih dan sayang mereka melebihi segalanya, bahkan Nail lebih memerhatikan anaknya dari pada isterinya Itna, demikian pula sebaliknya. Hidup mereka benar-benar tercurahkan hanya untuk Puteri puan bulan dingin saja. Namun sebenarnya perasaan kedua suami isteri itu sekarang sedang gelisah, karena sang peri hutan yang menitipkan anak perempuannya itu berpesan bahwa ketika umur puterinya beranjak dewasa, maka Nail harus memberitahukan siapa orang tua Puteri puan bulan dingin yang sesungguhnya, atau tepatnya ibu kandungnya. Nail kawatir jika anak yang mereka besarkan itu tidak mau menerima kenyataan yang sangat pahit ini, begitu juga halnya dengan Itna yang tak sanggup rasanya untuk memberitahukan rahasia besar yang selama ini mereka simpan rapat-rapat. Mereka takut anak kesayangan mereka akan meninggalkan mereka untuk mencari ibu kandungnya.

***



Hari itu di hutan Pandore, sesosok perempuan separuh baya sedang duduk termenung, seperti mengingat seuatu yang ia lupa untuk dikerjakan atau dilakukan. Semalam ia bermimpi bertemu dengan seorang puteri yang cantik jelita tiada tara, sedang bersedih hati. Namun perempuan itu tak mampu mendekati puteri tersebut, benar-benar tak mampu untuk didekati, seperti ada dinding transparan yang kedap suara memisahkan mereka. Entah apa makna dari mimpinya itu.

Perempuan separuh baya itu adalah...yah benar, ia tak lain dan tak bukan adalah anda, eh salah, Maliyant maksudnya, ( aih... tersenyum sendiri ) seorang peri hutan penguasa hutan Pandore. Ia tampak masih terlihat cantik di usianya yang sudah tak muda lagi. ( seperti anda... hihihi..gak yah.. anda kan masih muda )

Tiba-tiba saja ia mengkerenyitkan jidatnya yang sedikit lebar seperti memahami arti mimpinya. Lalu matanya memandang jauh ke arah utara, tempat di mana ia pernah menitipkan anak perempuannya kepada seorang laki-laki pencari kayu bakar. Lalu iapun tersenyum seakan memperoleh pencerahan atas perenungannya sedari pagi tadi. Namun kemudian ia terduduk kembali setelah sempat bangkit dari duduknya, kini kedua tangannya menopang dagunya yang bak lebah menggantung tersebut sambil bergumam. “ kenapa aku teringat pada Nathan yah..?, di mana dia sekarang..?

***

Pasar pagi sore dekat istana Serangia senja itu mulai terlihat sepi dari keramaian orang-orang yang berjual beli karena memang penjual dan pembelinya sudah mulai beranjak pulang. Hanya terlihat seorang lelaki tua masih menjajakan buah Harendong untuk pakan burung pipit yang banyak di pelihara oleh penduduk Kerajaan Serangia. Masih terlihat ada beberapa kemasan yang terbungkus rapi dengan daun jati yang belum terjual, karena memang buah Harendong itu tak akan kuat di simpan sampai esok hari. Namun sampai senja mulai terlihat remang menuju malam, lelaki itu akhirnya berkemas pulang ke kampungnya, Humalucia. Yah, lelaki itu ternyata Nathan, lelaki yang menyelamatkan Peri hutan Maliyant beberapa tahun yang lalu. Ia berjalan gontai sambil membawa sisa dagangannya. Nampak dari raut mukanya, ia terlihat kecewa karena dagangannya bersisa dan tak mungkin lagi ia jual esok harinya dan terpaksa harus dibuang. Sayangkan...


Setibanya di rumah yang nampak sudah tua dan tak terawat, Nathan membuang sisa dagangannya ke tempat sampah yang berada di belakang rumah. Dan sejenak ia melamun, matanya menerawang ke arah hutan Pandore, seolah mengingat lagi kejadian yang pernah ia lakukan di hutan itu bersama peri hutan, Maliyant. Betapa indahnya kisah mereka dahulu, namun berakhir menyakitkan dan menimbulkan penyesalan yang percuma untuk disesali, karena semuanya sudah terjadi. Di malam terakhir pertemuannya dengan Maliyant, Nathan menunjukan kasih sayang yang ia berikan kepada Maliyant benar-benar tulus dan tanpa pamrih, yang membuatnya terlena begitu dalam sehingga curahan cintanya tertuang kepada hasrat yang menggebu dan memabukkan sampai akhirnya terjadilah kejadian yang tak pernah bisa Nathan lupakan sampai detik ini, pertama dan untuk terakhir. Itulah sebab mengapa Nathan sampai sekarang masih belum menikah, atau mungkin dia tak pernah berpikir untuk menikah kecuali dengan Maliyant. Lalu sebuah pertanyaan yang sampai kini belum ia temukan jawabannya adalah, apakah Maliyant mengandung anaknya lalu melahirkan anak mereka tanpa sepengetahuan Nathan..?

Beban pertanyaan itu terbawa terus hingga kini, namun Nathan tak berani untuk mendatangi hutan tersebut, karena setelah mereka bercinta, dan dalam kelemasan tubuh Maliyant yang sudah terlelap tidur dalam pelukannya, Nathan melepaskan kedua sayap sang peri dengan belati tajamnya, sampai-sampai Maliyant tidak terbangunkan oleh hunusan belati itu di punggungnya. Sungguh tragis.

***
...bersambung

Popular Posts