Binar Mata Lumba
Kutemukan bintang terang itu di binar bola matamu, pancarkan semangat
dan harapan bersinarnya, dari lubuk sanubarimu yang murni dan lugu pandangi dunia ini seolah polos seperti polosnya
hati dalam dadamu.
Lain hari kutemui aroma kebencian yang terkubur lama lalu timbul
tenggelam, larutkan hari-harimu dengan sesal yang tiada akhir, bawa aku
semangkuk kesedihan, tertuang jauh di lubuk hati ini, dalam sangat, seperti
marah egoku berontaki setiap pedih yang kau alami, senyapkan kegundahan resah
di tiap malammu, basuhi luka perihmu dengan kedua tangan lemah ini, mimpikan
engkau selalu dalam pelukanku, rengkuhanku, lalu tubikan cium demi cium di pipi
tirusmu.
Sebentuk ikan lumba yang cantik menggemaskan luruhkan angkuhnya sebuah
kesetiaan, ingin selalu berenang kian kemari berdampingan, seakan ia milik aku
seorang, tak kusadari pasangannya isyaratkan kecemburuan.
Aku terpaku, hanyut dalam kesenangan bermain, berkejaran di tengah
lautan dangkal, meliuk liuk di antara busa-busa ombak, bersinggungan
bersenandung kidung rindu, hausnya cinta ini pada kasih dan sayang yang tulus
dan polos, berharap dijadikanNYA lautan sebagai rumahku, tempat aku
berdamai-damai denganmu, kemudian singkirkan pasanganmu kedaratan, bebaskan dia
memilih makanan buah dan biji-bijian kesukaan dan bermain petak umpet dengan
semua pengisi hutan pandore.
Rangkasbitung, 7 Oktober 2015