Pelangi Tanpa Warna
Siang
mengering berbalut hawa menyengat peluk gelisah berlapis-lapis pada pengharapan
yang sebenarnya hanyalah kesemuan dan hayalan masa-masa lalu yang terbengkalai
dan tidak mungkin akan menjadi nyata. Biarpun begitu kalbu tetap memaksa hati
untuk selalu menyimpan dan berkata bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia
ini. Begitulah kisah ini bermula.
Setiap
kegelisahan yang tidak pernah aku alami sebelum ini selalu merasuki dan mengisi
pagi hingga siang hari telantarkan aku bagai sekam yang membara dan menunggu
angin semilir tebarkan harum kehadiranmu dalam keceriaan di wajahmu yang
terlalu aku kagumi, pun setiap detik waktu yang akan aku lalui denganmu.
Aku tak bisa berpikir atau memperoleh
jawaban yang pasti pada perasaan yang begitu saja muncul dan menghujam jantung
ini bertubi-tubi yang semakin aku lawan justru malah semakin kuat dan
mencengkeram erat sehingga sulit sekali aku menghindar bahkan jika berlari
sekalipun, serupa aku terjerat kebahagiaan dalam cintai dirimu. Engkau
datangkan kesenangan yang membaur setiap hari-hariku sekaligus kemudian
menyelimutiku dengan kesedihan mendalam di keheningan malam-malamku. Kudekati
kamu disaat kesendirian yang kurasakan dan tampak jelas di raut wajahmu yang
menjadi perhatian khususku terutama dalam keadaan engkau mengerjakan
tugas-tugasmu atas perintah yang kamu terima. Kamu bercerita tentang
kejadian-kejadian yang kamu alami semenjak kamu masih kecil, kemudian remaja
hingga kini dengan penuh kesungguhan luka, perih dan pedihnya, karamkan aku
diantara dua palung yang selaras dengan kehidupan nyata yang sebenarnya sudah
biasa berlaku pada umumnya setiap kita semua sebagai manusia yang hidup di muka
bumi ini.
Namun ketakberdayaanmu yang
sesungguhnya adalah merupakan kekuatan tersendiri bagiku dan merubah semua perkiraan
bahwa masa lalu hidukulah yang terkelam, kini seakan kecil dan tak berarti
jika dibandingkan dengan masa yang kamu lewati walaupun kamu sendiri terkadang
labil dalam mengambil setiap langkah
untuk melepaskan prahara dalam hatimu.
Perasaanmu
serupa sutera, lembut nan halus yang suatu saat berubah seratus delapan puluh
derajat menjadi kekasaran layaknya baja yang menggairahkan semangatku untuk
mendekapmu lalu tuntun kamu kearah jalan seharusnya ditempuh oleh kita sebagai
mahluk Tuhan yang beragama. Hasrat ini selalu menggelora jika itu mulai
menyergapmu baik kamu di dekatku atau ada di ujung sambungan sebuah jaringan. Namun sepertinya semua hanya
kesia-siaan tanpa ada hasil sedikitpun. Dan semuanya seperti guyonan garing yang
tidak memancing tawa sekalipun, seolah itu cuma hiasan dunia yang sama sekali
tidak ada artinya ~lagi tiada berguna~
hingga aku menyerah dalam kehampaan yang teramat sangat lalu kamu menyimpulkan
bahwa ini semua harus diakhiri. Katamu aku yang memulai, maka aku juga yang
harus mengakhiri walaupun akan ada dua hati yang terluka dan tersakiti. Pelajaran
terpenting dan sangat kuno sebenarnya adalah bahwa memang tidak selamanya cinta
itu harus memiliki, namun janganlah lupa bahwa cinta bisa berjalan dengan
keindahan tersendiri walaupun tidak saling memiliki, karena hakikat cinta
adalah memberi dan menerima setiap kesungguhan yang mampu untuk kita berikan
dengan tanpa syarat kepada orang yang kita cinta. Walaupun untuk menjalaninya
akan terasa sulit dan terhalang kendala karena cinta seperti itu selalu
berakhir dengan sebuah penyesalan yang panjang dan tak berkesudahan, sehingga
alangkah bijak bila aku serahkan semuanya tanpa kecuali kepada sang Maha
Pengatur hidup, akan digiring kemana cinta yang ini, apa kurang berarti dan
hanya selingan tiada makna dan berakhir di tempat pembuangan sampah lalu
terlupakan seiring waktu berjalan lambat ?.
Apalah
indahnya sebuah pelangi disiang hari yang terik gersang tanpa warna pula. Apakah kamu berharap aku katakan : ” Selamat berlayar
cinta, arungi keluasan samudra cintamu dan pergilah engkau dari dalam hatiku,
kosongkan bilik-biliknya dari semua ingatan tentangmu, hapus semua kenangan di
dinding kalbuku, dan bawalah seluruh kisah kita bersama kebahagiaannya yang terlanjur kita nikmati, gadaikan ia di lubuk duka terdalam,
musnahkan semua jenis rasa di jiwa ini, bakar seluruhnya hingga tiada lagi
secuilpun arang yang mengingatkan kita kepada rangkaian kisah ini”.
Apakah akan
menjadi jaminan bahwa itu akan berjalan lancar dan semuanya akan baik-baik saja
seolah tidak terjadi apapun antara jalinan yang terlanjur nyaman untuk
dijalani, lalu tiba-tiba sang sutradara bersabda, CUT… dan semua pemainnya
beristirahat meminum secangkir kopi atau teh hijau kegemaran masing-masing dan
tak perduli apakah adegan pada scane itu berarti atau tidak ? tidakkah lebih
baik kita menunggu sang waktu memperdengarkan langkah yang harus ditempuh ?
Rangkasbitung,
10 Mei 2015
Bukan mawar
berduri yang memerihkan jari bila tertusuk, bukan patah hati yang membuat
manusia terpuruk, bukan pula perang yang akan mengakhiri dunia ini, tapi ketika
jari ini tak sanggup lagi membuat sebait kata yang seharusnya ditulis untuk
membahagikan orang yang kita perduli, ketika jari ini tak mampu lagi membuat
sebaris kalimat yang seharusnya diuntai untuk menenteramkan hati orang yang
kita sayangi, dan ketika jari ini lumpuh dalam merangkai cerita untuk
menghentikan peperangan yang terjadi pada cinta sepasang hati, maka saat itulah
semesta benar-benar hancur melebur sehalus debu.
----*****----